Televisi dan Pilpres 2019

Seperti kita ketahui Pemilihan Umum (Pemilu), digelar pada 17 April 2019. Dalam pemilu tersebut ada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) yang pelaksanaanya dilakukan bersamaan. Namun yang paling mengemuka dalam pemberitaan adalah Pemilihan Presiden. Dari mulai masa Sosialisasi, Kampanye hingga mendekati hari pencoblosan suasana panas sering terjadi dari kubu kedua pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres). Seperti kita ketahui sebelumnya ada dua pasangan capres cawapres yang bertarung memperebutkan kursi Presiden dan Wakil Presiden, mereka adalah Pasangan nomor urut 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Kontestasi Pilpres tersebut tentu menjadi hal yang sangat menarik dan menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia karena momen ini adalah momen pemilihan Pemimpin bangsa yang diharapkan mampu membawa bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. 

Pilpres tentu saja menjadi bahan pemberitaan yang menarik bagi media massa, tak terkecuali media televisi, bahkan media televisi masih menjadi media terdepan yang dapat mempengaruhi opini publik, meski sekarang telah mrndapat perlawanan yang sengit dari Media Sosial dan media online di internet. Maka tak heran jika kita melihat berita-berita tentang caprespun cukup dominan di media televisi. Sayangnya media televisi saat ini sudah banyak yang tak independen lagi sehingga pemberitaannya tidak lagi netral. Bahkan beberapa di antaranya tak malu-malu lagi memperlihatkan keberpihakannya dengan selalu memuji-muji salah satu pasangan calon dan selalu menjelek-jelekkan calon lainnya yang menjadi lawan. Salah satu faktor kenapa media televisi sekarang menjadi sulit untuk netral dan independen karena telah banyak para pemilik televisi yang menjadi ketua umum Partai Politik, sehingga terkesan pemberitaan yang dilakukan harus sesuai dengan kebijakan pemilik televisi yang ketua Parpol tersebut. Meskipun banyak dari media televisi yang sudah melakukan Cover Bothside sesuai aturan, namun framing-framing lah yang sering dilakukan oleh media-media ini untuk menyudutkan salah satu pasangan calon. 

Sungguh sangat disayangkan jika hal seperti ini terus berlanjut, fungsi media, terutama media televisi yang diharapkan mampu turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa malah berubah menjadi alat politik. Maka tak heran jika banyak masyarakat yang mencari alternatif lain seperti media sosial untuk mendapatkan informasi. Tentu saja kita berharap agar kedepan media televisi dapat kembali ke fungsi yang sebenarnya, mencapaikan informasi dan berita dengan netral dan Independen.